Tiga
Dunia terasa gelap ketika sesak di dada mulai terasa. Batuk yang berminggu-minggu tak kunjung reda serta sejumlah gejala lain yang membuat dunia berputar terasa lambat. Semua gejala sakit itu seolah mengacaukan banyak rencana yang sudah dirancang. Semua tiba pada satu kisah dan kenyataan yang sama. Tentang menerima segala ketentuan Allah atas rasa sakit yang mendera juga tentang bagaimana stok sabar mesti dipersiapkan banyak-banyak ketika pada satu dua uraian kita menemukan jawabannya di sana.
Sampai pada akhirnya, kita merasakan limbung sendiri. Berjalan seolah linglung lalu dunia menghimpit begitu keras hingga segala yang terjadi seperti menyiksa. Dan di tengah dera gejala yang tak menentu. Di tengah rasa sakit yang coba disembunyikan. Di tengah kepayahan yang coba dikuat-kuatkan. Semua menguar begitu saja. Mengalir pada satu dua pemaknaan sederhana tentang bagaimana Allah mempersiapkan satu demi satu kejutan-Nya untuk hidup singkat kita. Tentang luasan sabar hingga tabah tetap menjadi labirin-labirin kecil yang berusaha menemukan gerbang paling akhir dari rasa duka.
Melibatkan-Nya pada titik paling limbung adalah ujian paling indah yang membuat semua terasa begitu mudah. Meski pada berkali perjalanan menemukan alasan-alasan entah tentang bagaimana bertahan dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Atau tentang seberapa luas yakin kita ketika pada titik-titik tertentu kita dipertemukan dengan ragam kenyataan yang nyatanya tidak mudah diterima meski berkali masa berjumpa dengan ragam lakon di hadapan yang padanya kita berusaha untuk tetap hadir dan menerimanya dengan begitu mudah.
Sampai dera demi dera yang tak berkesudahan dan gejala demi gejala yang rajin menyapa ini mengingatkan pada diri tentang bagaimana dulu sabar dan tabah menjadi senjata paling ampuh mereka dalam menerima segala ketentuan-Nya entah itu baik atau buruk.
2024