Teladan

Aldy istanzia wiguna
2 min readAug 6, 2022

--

Syahrir, Soekarno dan Haji Agus Salim

Di negeri ini ada ketersambungan yang saling mengabadikan. Menangkap beragam hati, meneduhkan beragam mata dan pandang. Lalu selaras berjalan beriringan. Saling menitip dan memetakan ketika tanda-tanda tentang hadirnya manusia sepenuh teladan adalah keniscayaan. Pada beragam rupa, tutur, hingga laku kita akan kembali belajar. Mengeja satu demi satu isyarat tentang membangun negeri pada rimbun keteladanan dari hayat dan bakti mereka yang sepanjang hayat tertera hingga ujung-ujung negeri.

Teladan adalah cermin sederhana tempat kita menentukan hingga menenun langkah demi langkah. Tidak berjarak hingga hadirnya adalah kedekatan dan kemesraan yang senantiasa dicemburui banyak nama, dicurigai banyak sikap atau dianggap hanya sekadar citra jelang angka lima tahunan semarak pemilihan. Teladan bukan itu. Ia ada dan terasa manfaat dan maslahatnya yang menyemesta. Ia adalah kebaikan yang tak pernah mengenal kurang apalagi sia-sia. Ianya hadir dalam tampilan sederhana tanpa bumbu-bumbu apatah lagi gincu penuh sorot kamera dimana kemudian kita akan saling berkaca pada mereka yang hidupnya sepenuh bumi senantiasa didoakan para penduduk langit yang terasa getaran hadirnya pada sambung menyambung tuturan aamiin di akhir shalat dan doa bersama.

Ia hadir pada ruang-ruang bersahaja, pada tampilan sederhana atau pada laku yang sebenarnya terasa musykil di hadapan tapi nyata adanya. Tengok saja bagaimana menteri kesehatan Sutami yang tak pernah punya rumah. Atau Haji Agus Salim yang berumah di gang becek. Jas tambal perdana menteri Natsir hingga kisah-kisah lain tentang mereka yang namanya tetap harum dalam berlembar-lembar sejarah. Nama yang kemudian tiada henti laku hidup dan idealisme perjuangannya dijadikan teladan utuh kita dalam memaknai kata juang dan hadirkan rimbun manfaat hingga maslahat untuk negeri. Sebuah kaca yang kemudian pada satu detak dan detik dimana keheningan adalah perjalanan yang tetap membubuhkan beragam hikayat penuh makna pada alasan-alasan mereka tetap berjuang di hari ini agar kelak kebermanfaatan dan kemaslahatan tetap menyemesta dengan cara paling sederhana.

Pada beragam sosok tadi, kita senantiasa belajar dan belajar tentang berbagai hal sesederhana menghadirkan keteladanan pada masing-masing ruang. Menuntun hikayat dan hakikat dimana kemudian laku demi laku tentangnya tetap menjadi panduan untuk memperbaiki negeri di hari hadapan. Mungkin kita lelah kala mendengar aneka berita buruk tentang negeri ini. Tapi percayalah teladan dari para pendiri negeri, ulama pewaris Nabi dan mereka yang berjuang sepenuh hati untuk kebaikan akan tetap hadir menjadi nyala bagi republik di masa hadapan. Sebagaimana Bung Hatta pernah menyampaikan bahwa ‘Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, tapi Indonesia baru akan bercahaya karena lilin-lilin di desa’.

2022

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Aldy istanzia wiguna
Aldy istanzia wiguna

Written by Aldy istanzia wiguna

Seorang pembaca payah. Saat ini beraktivitas di Pusaka Pustaka, perpustakaan sederhana yang sedang dirintisnya.

No responses yet

Write a response