Maslahat

Aldy istanzia wiguna
4 min readOct 11, 2021

--

Ilustrasi

Ketika melangkahkan kaki demi meluruskan bengkok niat dalam diri tentang bagaimana kebaikan bisa hadirkan kebermanfaatan dan kemaslahatan yang meluas. Kadang diri ini berpikir, apakah bisa menjadi sosok luar biasa seperti mereka yang seluruh harta, tenaga dan waktunya dihabiskan untuk urusan dakwah ini? Lama sekali diri ini merenung sembari sesekali mendengarkan beberapa irama musik mendayu yang katanya haram bagi sebagian orang untuk didengarkan apatah lagi didendangkan. Atau sembari menatap layar ponsel dan menyaksikan ragam kiprah kebaikan yang telah ditanam dan disebar orang-orang luar biasa dengan dedikasinya yang tanpa henti dan tanpa kehilangan energi sekalipun.

Kemudian diri bertanya kembali, pantaskah jika diri yang hanya rebahan ini mendapat apa yang baginda Nabi sabdakan tentang sebaik-baik orang bermanfaat adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain? Kadang diri merasa kerdil ketika melihat mereka yang segala bentuk kebaikan, kebermanfaatan dan kemaslahatannya meluas dan senantiasa ditunggu umat. Seolah gerak pengabdian, bakti dan khidmat mereka adalah nyala benderang yang akan selalu ditunggu dan ditunggu di tengah-tengah zaman yang lebih banyak merutuk daripada menghadirkan solusi terbaik untuk setiap soalan yang hari ini hadir menimpa negeri berusia kurang lebih tujuh puluh enam tahun ini. Negeri dengan usia yang semakin tua dengan problematika yang tak kunjung selesai. Dan negeri yang masih saja dibayang-bayangi wajah tikus berdasi dan berjas safari. Sementara atas nama rakyat kini hanya menjadi simbol dari sebuah perjuangan yang tidak ada rasa bahkan hambar adanya.

Di titik ini, kita sama-sama berharap jalan keluar untuk seluruh alur dan arus persoalan ini. Bukan dengan turun ke jalan membawa banyak karton bertuliskan agitasi-agitasi yang tak jelas. Bukan pula merutukki keadaan di linimasa media sosial dengan beragam jejaring juga ekspresinya. Tapi hadir secara nyata dalam persoalan-persoalan mereka yang mungkin tidak terjamah oleh aturan-aturan pelik pemerintah. Mulai dari pengentasan buta huruf latin hingga buta huruf Al-Qur’an, remaja yang semakin lena dan candu dengan game online, sekolah-sekolah serta lingkungan yang jauh dari perpustakaan layak, atau garis kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan dengan pemurtadan yang dibiarkan tidak ditangani dengan jelas. Semua persoalan ini barangkali tidak ada dalam benak negara. Jangankan untuk memberikan jalan keluarnya, untuk mengaturnya dengan jelas dalam sejumlah peraturan baik di tingkat daerah, provinsi maupun nasional, kadang-kadang hasil dan praktik di lapangannya seperti jauh panggang dari api. Sebuah kenyataan pelik yang mungkin harus dihadapi hingga jalan keluarnya bisa jadi hanya ditemui pada mereka-mereka yang benar-benar layak disebut sebagai pahlawan dan relawan kemanusiaan. Mereka yang merelakan waktu luangnya serta istirahatnya bersama anak istri dan keluarga hanya untuk memikirkan bagaimana mengentaskan seluruh persoalan ini. Mereka yang terkadang dari pagi sampai malam masih sibuk memikirkan betapa solusi dari seluruh persoalan ini ada di pundak mereka. Dan maslahat dengan harapan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur tak lagi disandangkan pada kaum-kaum berjas safari dan berdasi rapi. Tapi pada mereka yang rela memikul ransel dengan isi puluhan buku, lalu menggelar lapak baca di berbagai daerah dengan tujuan membuka wawasan dan cakrawala mereka yang tak pernah mendapatkan akses pendidikan yang layak meski digadang-gadang gratis.

Belum lagi para dai dan asatidzah yang ditugaskan hingga pelosok-pelosok negeri ini oleh berbagai lembaga dan organisasi dakwah. Membina, menuntun, mendidik serta menggerakkan umat ini agar tetap ada dalam panduan Qur’an dan Sunnah. Menjadi satu dari sekian banyak perjalanan yang kemudian titik-titik harapan itu mulai menemukan simpulnya. Nyatanya dalam gerakan kebaikan seperti ini, kita seperti tidak perlu mereka yang berdasi dan berjas safari. Kita hanya butuh satu kata sederhana untuk kemudian bergerak, bergerak dan bergerak. Sebagaimana Tan Malaka pernah mengujarkannya terbentur, terbentur dan terbentuk. Satu ikhtiar kecil yang senantiasa mengarahkan diri untuk tetap lurus dalam niat mengabdi dan berbakti atas nama-Nya bukan yang lain. Ikhtiar yang mungkin belum seberapa dalam bilangan orang-orang atau bila dibandingkan dengan mereka yang sudah malang melintang dalam urusan menjadi jalan keluar dan solusi atas soalan-soalan umat di lapangan. Menjadi kabar baik yang kemudian padanya Allah akan ridha dengan setiap gerak dan langkah kita sebab bisa menjadi titik manfaat dan maslahat bagi kebanyakan orang. Tak peduli besar atau kecil gerakannya. Yang penting hadirnya benar-benar menjadi cahaya bagi semua dan jalan keluar bagi soalan pelik negeri tercinta yang didirikan dan diperjuangkan para pahlawan dengan taruhan nyawanya.

Maka seperti yang pernah diujarkan ustadz Rahmat Abdullah allahu yarham dalam salah satu risalah cintanya yang diberi judul Dakwah Adalah Cinta. Maka begitulah, memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta, dan cinta akan meminta segalanya darimu. Sampai pikiranmu, sampai perhatianmu, berjalan, duduk dan tidurmu. Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yang kau cintai ini.

Pustaka alit, 12 Oktober 2021

--

--

Aldy istanzia wiguna

Seorang pembaca payah. Saat ini beraktivitas di Pusaka Pustaka, perpustakaan sederhana yang sedang dirintisnya.