Cobaan
Kita sering memilih sesuatu yang lebih mudah dijalani. Meski yang hadir di hadapan justru cobaan demi cobaan yang tak pernah usai berhenti. Menguji iman di dada, menguji luasan sabar, hingga menguji detak-detik hidup agar tetap berkualitas sebagaimana adanya. Kita seringkali berharap bisa melewati semua jalan cobaan ini dengan mudah tanpa perlu bersusah payah mengorbankan segalanya. Membiarkan banyak hati tetap terluka, sementara ingin kita lekas merdeka dari apa-apa yang tak kunjung usai menguji segala batas kesadaran dan rasa kita. Ada begitu banyak cerita yang kemudian membuat kita tetap kukuh sebagai manusia. Cerita sederhana yang kembali melingkarkan catatan-catatan bias dalam dada. Membiarkannya menyentuh hingga tersisa semacam rasa sakit di lubang dada yang katanya entah datang dari mana dan dari ucapan siapa yang mengeja.
Di dua bulan terakhir ini, ada begitu banyak cobaan yang bertubi-tubi hadir menemani. Bukan karena sebab kita makhluk luar biasa, tapi mungkin karena kita makhluk biasa hingga Allah hadirkan ujian dan cobaan untuk membuat kita benar-benar luar biasa di hadapan-Nya. Ikhtiar kita mengajak kepada kebaikan mungkin belum berdampak apa-apa jika dibandingkan dengan mereka yang sudah melakukannya di luaran sana. Ikhtiar kita masih itu dan itu saja. Tak berkembang apalagi sampai menyentuh titik-titik paling dasar dari rasa kita sebagai manusia. Semua begitu sederhana, tapi sayang begitu melenakan dan bisa saja menggelincirkan kita pada hal-hal yang sangat tidak diinginkan. Hingga kemudian pada batas tertentu atas cobaan dan ujian yang diberikan-Nya di sepanjang jalan hidup pendek ini, kita dihadapkan pada ruang-ruang dimana ketika mereka yang diberikan sedikit nikmat masih bisa bergerak ke sana kemari. Sementara kita, yang diberikan kelimpahan nikmat justru berlaku sebaliknya. Adalah sejarah yang datang dan pergi dengan tanpa pernah bosan mengajarkan kita tentang arti sabar dalam menghadapi cobaan. Kisah-kisah luar biasa seperti kisah sahabat mulia Bilal bin Rabbah, Amr bin Yasir dan keluarga atau kisah-kisah lain yang meneguhkan iman dan melapangkan dada untuk lebih sabar dalam menerima segala bentuk ujian dan cobaan dari-Nya. Mungkin, cobaan yang datang kepada kita masih berupa kurang diri dibanding lebih diri yang ada pada orang-orang hingga ajakan mereka lebih mudah diterima dibandingkan ajakan kita yang tak seberapa.
Tentu, kita masih ingat bagaimana wajah Sumayyah binti Khayyath yang tersenyum lega ketika menyaksikan surga hadir di hadapannya. Sementara baginda Nabi tidak dapat menolongnya, hanya sanggup mendoakannya bahwa keluarga mulia ini akan mendapat tempat terindah di jannah-Nya kelak. Satu balasan setimpal atas ujian dan cobaan iman yang menimpa. Sementara kita yang diuji dan dicoba dengan cobaan tak seberapa. Yang justru berharap semoga mendapatkan surga yang sama dengan Sumayyah binti Khayyath masih saja mengeluhkan betapa panjang dan terjalnya jalan ujian dan cobaan yang Allah sediakan untuk kita hingga berharap supaya lekas selesai semua ujian dan cobaan ini. Tapi sayang, kita lupa dengan janji-Nya tentang luasan sabar menghadapi setiap ujian dan cobaan dari-Nya. Kita seringkali terburu-buru ingin melewati semua ujian dan cobaan ini. Tapi lupa bahwa pahala atas sabar dan tawakkal menghadapinya senantiasa mengalir begitu indah kepada setiap relung jiwa yang benar-benar sami’na wa atho’na pada ujian hingga cobaan yang tak berkesudahan mendera jiwa juga raga yang tentu ini milik-Nya.
Seperti yang pernah disampaikan guru kita semua KH Zainuddin MZ allahu yarham dalam salah satu ceramahnya tentang analogi tukang parkir dan titipan. Katanya, kalau hidupmu ingin tenang, hiduplah seperti tukang parkir, karena ia tidak merasa memiliki tapi merasa dititipi. Ya, hidup di dunia bukan soal milik memiliki tapi soal titip menitipi. Bukankah semua yang ada pada diri kita mulai dari kesempurnaan tubuh hingga harta, jabatan dan segala tentangnya adalah titipan yang tentu akan datang dan pergi dengan cobaannya masing-masing? Lantas mengapa kita harus merasa tidak layak dan tidak pantas untuk diuji oleh-Nya? Bukankah segala yang dititipkan-Nya pada satu hari nanti akan diambil bila Ia berkehendak mengambilnya? Sungguh, tugas kita hanya satu. Bersabar dan gunakan semua titipan itu untuk simpul-simpul kebaikan yang kelak mengalir pahala, berkah hingga berbilang ridha-Nya atas langkah dan gerak kita. Mengimplementasikan apa yang telah baginda Nabi sabdakan tentang khairunnas anfa’uhum linnas atau sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Indah bukan? Kalau kemudian semua titipan ini berubah menjadi berkah tak berbilang di sepanjang perjalanan hidup.
Sederhananya, ujian dan cobaan datang dan pergi untuk meneguhkan langkah kita bukan untuk menjatuhkan apatah lagi menghinakannya. Semua sudah ada rumusan, takaran hingga kadarnya. Tugas sederhana kita adalah bagaimana agar luasan sabar di dada bisa menjadi satu kunci sederhana agar mampu melewati dan berdampingan dengannya. Manusia hidup tanpa ujian dan cobaan rasa-rasanya musykil dan mustahil. Sebab demikian sejarah menggambarkannya. Dan terbukti, mereka yang diuji dan dicoba dengan banyak cara tetap tangguh dan kukuh bahkan mampu melewatinya. Dan semoga kita bisa melalui semua dera ujian dan cobaan yang kelak menguatkan dan bukan merubuhkan ini. Aamiin.
Pustaka alit, 15 Oktober 2021